Home » » Sejarah Kompetisi Sepak Bola Indonesia – Episode Keempat PERKAWINAN GALATAMA dan PERSERIKATAN LAHIRNYA "DOSA" PSSI SAMPAI SEKARANG

Sejarah Kompetisi Sepak Bola Indonesia – Episode Keempat PERKAWINAN GALATAMA dan PERSERIKATAN LAHIRNYA "DOSA" PSSI SAMPAI SEKARANG


Banyak yang belum mengetahui sejarah ‘bobrok’-nya kompetisi di Indonesia, sejak 1994-1995 di mana, saat jaman ketua umum Azwar Anas justru meninggalkan "DOSA" dengan tulisan huruf besar. Ketika itu, justru mencoba formula baru, dengan mengawinkan kompetisi Perserikatan dengan Galatama (Liga Sepak Bola Utama). Inilah sebab musabab ‘akar benalu’ yang merontokan sendi-sendi pembinaan sepak bola modern.

Jika, jaman itu sudah ada Saleh Mukadar, jika jaman itu sudah ada Sihar Sitorus atau jika jaman itu ada orang-orang seperti Djohar Arifin, Berhand Limbong – mungkin pengurus PSSI saat ini, tidak perlu pusing tujuh keliling memikirkan konsep kompetisi murni yang sebenarnya. Bayangkan, saat itu Kompetisi PSSI Perserikatan sedang menuju perbaikan yang lumayan apik, walaupun dengan pembagian dua wilayah, namun semakin glamour. Bayangkang, kompetisi Galatama yang sedang naik daun, justru disuruh ‘kawin paksa’ untuk berlaga di liga yang namanya baru : Liga Indonesia.


Bayangkan, sejarah perserikatan yang awalnya sebagai alat perjuangan. Kemudian, bayangkan Galatama yang dilahirkan akibat proses globalisasi sepak bola sebagai industri, langsung dikawinkan tanpa landasan hukum yang benar. Semuanya serba instant dan tidak masuk akal. Namun, saat itu para stakeholder sepak bola nasional, selain tidak bergaul dalam sepak bola internasional, juga terbiasa menjawab : ‘Yes Man!. Akibatnya, "dosa-dosa" tersebut buntutnya sangat panjang sampai hari ini tanpa ber-ujung.

Ada cerita lengkap yang saat itu diulas di Harian KOMPAS, edisi Selasa, 27 September 1994 di halaman: 19, yang ditulis oleh wartawannya – Barry SIHOTANG. Tulisan ini diturunkan sebelum Liga Indonesia pertama kalinya digulirkan yang dilakukan tendangan pertamanya adalah wapres RI, Tri Sutrisno. Sore - 27 November 1994, digelarlah partai perdana, antara juara Galatama Pelita Jaya vs juara Perseriktan Persib Bandung, yang berlangsung di Stadion Utama Senayan (belum diganti Stadion Bung Karno).

Tulisan Barry Sihotang ini, tidak perlu diedit lagi, semuanya diturunkan CN dibawah ini dengan judul :

MELANGGAR KONGRES KE-30 PSSI 1991!

MEMBACA "buku putih" Liga Indonesia (LI) yang diterbitkan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia), rasanya ada yang perlu dijelaskan kepada masyarakat agar legalitas kompetisi model baru (penggabungan amatir dan non-amatir) itu memiliki pondasi hukum yang
kuat. Pada buku itu ditegaskan bahwa landasan hukumnya adalah Kongres ke-30 PSSI tahun 1991, padahal jika hasil kita baca dengan saksama, justru LI bertentangan dengan hasil kongres itu.

Kongres PSSI ke-30 yang dipimpin Nabon Noor (Ketua), H Amru Daulay (Wakil Ketua) dan FPD Lengkey (Sekretaris) tersebut malah dengan tegas menyebutkan PSSI harus semakin menumbuhkembangkan kompetisi Perserikatan dan Galatama, tanpa pernah menyebut diciptakannya tatanan kompetisi yang baru.

Contohnya, pada butir 2 perihal "Memutuskan" dengan tegas ditetapkan bahwa PSSI terus menghidupkan kompetisi Perserikatan. Keterangannya, formulir kompetisi yang diatur dalam sebuah kalender yang baku sekurang-kuranya sekali dalam 2 (dua) tahun yang berpedoman pada alokasi waktu dimana: a. Membagi Perserikatan atas 2 Divisi. b. Sistem pertandingan kompetisi penuh, setengah kompetisi atau sistem gugur. Pada butir 3 ditambahkan, Kompetisi Antar-klub
Perserikatan sama seperti Perserikatan.

Para peserta Kongres waktu itu, yang mewakili keluarga besar persepakbolaan se-Tanah Air tentu wajib mempertanyakan pelanggaran hasil Kongres tersebut. Dan sebaliknya PSSI pun wajib menjelaskan keputusannya untuk menyalahi isi hasil Kongres itu, apa lagi berdasarkan kenyataan, pembentukan LI itu pun telah menyalahi "Kebijaksanaan Pokok Pengurus PSSI" selama kepengurusan Ketua Umum PSSI Azwar Anas (periode 1991-1995), yang juga sudah disetujui Kongres itu.

LANDASAN yang lain dari LI itu adalah "Kebijaksanaan Pokok Pengurus PSSI 4 tahun (1991-1995)", padahal justru di sini pulalah terdapat pertentangan keras antara isinya dengan pembentukan LI tersebut. Hal ini menunjukkan sesungguhnya terdapat penyimpangan dari kebijaksanaan pokok tersebut.

Misalnya pada "Kebijaksanaan Pokok Jangka Pendek." Pada butir ke-5 dengan jelas disebutkan, Meningkatkan fungsi dan peran Perkumpulan Perserikatan dan Perkumpulan Galatama sebagai pilar utama pembinaan dengan mengikuti dan melaksanakan kompetisi dengan jalan: "a". Bagi perkumpulan Perserikatan diharuskan: 1. Melakukan pembinaan terhadap perkumpulan secara intensif dan berlanjut dengan jalan wajib mengadakan kompetisi secara teratur dan berjenjang antar Perkumpulan di masing-masing Perserikatan. 2. Mengikuti kompetisi kejuaraan PSSI untuk tingkat divisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Perserikatan dan Galatama).

Pada hurup "b" dikatakan, Bagi Perkumpulan Galatama diharuskan untuk: 1. Mengikuti putaran kompetisi Galatama setiap tahun, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Membentuk "kelompok yunior" untuk menjaga kesinambungan pemainnya. 6. Membentuk Divisi I dan II.

Pernyataan yang lebih tegas menyebutkan bahwa kompetisi Perserikatan dan Galatama (bertentangan dengan pembentukan LI) terdapat pada butir ke-6! Di situ disebutkan, Melanjutkan sistem kompetisi baik Perserikatan maupun Galatama secara lebih konsisten, terarah dan konsekuen dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Membentuk jadwal pertandingan yang tepat dan peraturan pertandingan yang secara ketat. b. Menyelenggarakan kompetisi
kejuaraan PSSI bagi Perserikatan. c. Melaksanakan kompetisi kejuaraan PSSI bagi Galatama secara terus menerus, berkesinambungan, intensif dan terpadu.

DOKTRIN YANG DIPAKSAKAN
Pada "Kebijaksanaan Pokok Jangka Menengah"-pun dengan tegas disebutkan eksistensi keberadaan Perserikatan dan Galatama dalam kepengurusan PSSI periode 1991-1995 tersebut. Pada butir 1 dikatakan: Melanjutkan upaya lebih memantapkan dan meningkatkan sistem pembinaan dan pengembangan untuk mewujudkan Tim Nasional yang berprestasi, kuat dan tangguh dengan menggunakan sumber daya bibit calon pemain Tim Nasional yang berbobot. Yang terdapat dalam wadah-wadah organisasi persepakbolaan, yaitu: a. Perkumpulan Galatama, b. Perkumpulan Perserikatan, c. Diklat-diklat Sepak bola, d. Sekolah-sekolah sepak bola, e. Unsur-unsur penunjang lainnya. Pada butir 2 bahkan ditambahkan: Meneruskan sistem Kompetisi Kejuaraan yang sudah ada.

PSSI pada keterangannya yang menyebutkan hasil Keputusan Sidang Pengurus Paripurna (SPP) IV/1994 mengukuhkan kompetisi LI karena SPP IV itu telah mengkaji dan kemudian menerima baik LI itu, sangat mengundang pertanyaan di kalangan persepakbolaan nasional. Termasuk
para peserta SPP itu sendiri.

Manajer tim Persema Rudy Sutamto dengan lantang mengatakan, dirinya menganggap SPP itu bukan dialog tetapi sebuah doktrin! Karena pada dasarnya usai pertemuan dinyatakan PSSI sebagai SPP IV, tak seorang pun peserta mengerti mengenai LI, sehingga persetujuan tentang LI
lebih terasa sangat dipaksakan PSSI (Kompas 18/9/1994).

"Terus terang saya selaku manajer Persema masih bingung untuk memulai program persiapan LI itu karena ketidaktahuan bagaimana sebenarnya bentuk LI tersebut. Dengan bantuan Rp 100 juta jelas Persema akan megap-megap ikut LI, lalu siapa kelak yang bertanggung jawab jika Persema mundur di tengah jalan?" ucap Rudy waktu itu.

Ia melanjutkan: "Saya malah ngeri melihat nasib Persema nanti jika ikut LI. Masyarakat Malang tak mau tahu, pokoknya melawan siapa pun tim 'Singo Edan" itu harus menang, akibatnya jika kami tiga kali berturut-turut kalah lawan Galatama yang kemampuannya jauh di atas kami, maka kehancuran akan mengancam Persema. Sebab siapa yang akan mau datang menonton, padahal dari situlah pemasukan kami yang terbesar. Kalau mau lebih arif melihat persoalan yang menghadang, saya rasa sebaiknya PSSI sebaiknya menunda saja LI itu."

PONDASINYA KEROPOS
Mengapa kita tetap berharap agar LI itu ditunda, karena melihat belum matangnya persiapan para calon peserta kompetisi tersebut. Klub Galatama yang bersifat profesional seperti Arema saja
menyatakan, belum memastikan akan kuat hinga akhir kompetisi karena kendala dana. Manajer klub itu, Lucky Acub Zaenal mengatakan, karena LI terus dipaksakan jalan tanpa solusi kendala dana yan pasti maka PSSI harus siap menghadapi bergugurannya peserta LI kelak (Kompas
18/9).

Menurut Lucky, berdasarkan perhitungannya mereka akan membutuhkan uang sebesar Rp 800 juta hingga Rp 1 milyar. Karena itu, lanjutnya, jika Arema harus pula diperintahkan untuk membuat klub yunior maka dengan tegas dia menyatakan klubnya siap dihukum PSSI,
karena tidak sanggup.

"Secara ide LI itu sudah muncul pada waktu yang lama, sayangnya PSSI belum mematangkan persiapan pelaksanaan ide itu, dengan cara mengkondisikannya terlebih dahulu di masyarakat sepak bola. Kami yang klub semiprof merasakan ancaman untuk bubar dua kali lebih besar dibanding kompetisi Galatama, apa lagi Perserikatan? Memang ibarat penari, jika PSSI telah memukul gong maka mau tidak mau kita harus mulai melenggak-lenggok menari, tapi jika di tengah jalan gerakan kita tertatih-tatih karena tak bisa mengikuti irama, siapa yang bertanggung jawab nantinya? Sebaiknya LI itu ditunda saja sebab saya yakin kalau kompetisi Perserikatan dan Galatama dilaksanakan dengan benar, persepakbolaan nasional akan maju," tegas Lucky waktu itu.

Rasanya Lucky benar, sebab bukan cuma menyangkut minimnya persiapan peserta LI saja yang akan menghambat kompetisi model baru itu kelak, tapi secara legalitas LI itu pun kurang kuat. Suatu program yang sifatnya akbar seperti LI (kompetisi sepak bola dengan jumlah peserta terbesar di dunia, 34 tim), tampaknya harus punya dasar hukum yang kokoh agar pelaksanaannya kelak tidak rapuh seperti sebuah bangunan yang "pondasinya" keropos.

Berdasarkan fakta di atas maka kontroversi pembentukan LI jelas masih akan berlanjut karena terbukti telah menyalahi isi hasil Kongres ke-30 PSSI serta menyimpang dari "Kebijaksanaan Pokok PSSI 1991-1995". Padahal PSSI telah memutuskan keabsahan berlakukanya LI tersebut 5 Agustus 1994, bahkan akan mengikat kontrak dengan perusahaan rokok Dunhill, yang bertindak sebagai sponsor kompetisi tersebut.

Pertanyaan sekarang, masih bijaksanakah PSSI melanjutkan LI tersebut? Bagaimana cara PSSI mengubah isi hasil kongres ke-30 itu di hadapan seluruh anggota-anggotanya? Lalu bagaimana pula PSSI menjelaskan soal perubahan isi "Kebijaksanaan Pokok PSSI 1991-1995" yang sudah disahkan peserta Kongres tersebut?

(Bersambung – Episode ke-5 sampai ke-14 sudah pernah diturunkan di halaman Cocomeo News Dalam edisi Sejarah Liga Indonesia 1994 - 2004)

diaambil dari Halaman Cocomeo News
Penulis: Erwiyantoro
Pencinta Sepak Bola Indonesia


1 komentar :

  1. om kalau saya mencari data tentang pssi masa ali sadikin referensi nya kemana ya?

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.