Home » » Sejarah Kompetisi Sepak Bola Indonesia – Episode Ketiga NAMANYA GALATAMA, Home and Away

Sejarah Kompetisi Sepak Bola Indonesia – Episode Ketiga NAMANYA GALATAMA, Home and Away


Perkembangan sepak bola Indonesia, dari sebagai alat perjuangan, sedikit demi sedikit menjadi ‘agak melek’ boleh modern, setelah melihat perkembangan sepak bola di Eropa pada umumnya, serta hadirnya AFC lembaga sepak bola Asia dan FIFA sepakat, untuk mengembangan sepak bola alternative. Artinya, sepak bola modern yang professional, sudah mulai dicawe-cawe AFC dan FIFA agar seluruh anggotanya mengikuti perkembangan jaman.

Inilah yang melandasi lahirnya, Liga Sepak bola Utama yang disingkat GALATAMA. Saat itu, ketua umum PSSI, Ali Sadikin mendapat tawaran dari para tokoh pencinta bola, sekaligus tokoh bola nasional, seperti Prof Kadir Yusuf (pengamat sepak bola nasional yang kesohor jaman itu, dan memiliki rubrik tetap di Harian Kompas), bersama Benny Ardi, Benny Mulyono, FH Hutasoit, Syarnubi Said menggodok aturan main, AD/ART serta mendata anggota yang siap ikut serta dalam wadah baru, kompetisi GALATAMA.


Wadah baru di dalam tubuh PSSI, selain GALATAMA, ada yang namanya GALAKARYA (untuk karyawan), GALASISWA (untuk siswa) dan GALANITA (untuk wanita). Pembentukan GALATAMA ini lumayan alot, karena sejak digagas tahun 1977, justru baru bisa dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 1979. Di mana, pertandingan perdana, antara Aserto Solo vs Jayakarta, striker sayap lincah asal Surabaya, Abdul Kadir yang membela Arseto Solo sebagai mencetak gol pertama kompetisi semi profesional tersebut.

Salah satu kelebihan GALATAMA dibandingkan Perserikatan, adalah model kompetisinya. Jika PSSI Perseikatan masih menggunakan kompetisi home and away di saat penyisihan wilayah, dan kemudian menggunakan home tournament di Jakarta, seperti Empat Besar, Lima Besar, Enam Besar sampai Delapan Besar selalu menjadi tradisi saat decade akhir 70-an hingga awal 90-an. Sementara, GALATAMA langsung menggunakan system home and away, dengan 14 klub peserta dalam musim 1979-1980.

Pemerintah RI juga memberi aba-aba dengan diperbolehkan hadirnya pemain asing, ikut mempengaruhi kompetisi GALATAMA, sehingga Pardedetex Medan (milik TD Pardede), mampu mendatangnya Jairo Matos – gelandang asal Brasil. Sementara itu, bos judi Surabaya – A. Wenas pemilik Niac Mitra Surabaya juga tidak kalah galaknya, mendatangkan kiper David Lee dan striker Fandi Achmad dari Singapura. Sedangnya Tunas Inti milik Benny Ardi mendatangkan gelandang berdarah Indonesia –Belanda, Issac Moses.

GALATAMA saat itu juga diuntungkan oleh hampir semua pemain terbaik di seluruh pelosok Indonesia berduyun-duyun ikut kompetisi semi profesional. Misalnya, dari Papua, Robby Binur, Rully Nere dan Simson Rumahpasal langsung bergabung ke Warna Agung Jakarta, sedangkan Johanes Auri bermain untuk Indonesia Muda.

Para pemain Makassar yang selalu menjadi gudang pemain nasional juga tidak kalah untuk ikutan ke GALATAMA, misalnya Ronny Pattinasarany ke Warna Agung, sementara dua sayap berbakat terbaik saat itu, Dullah Rahim dan Yusuf Malle hijrah ke Niac Mitra. Pardedetex, klub professional pertama di Indonesia, yang awalnya tahun 60-an, sudah mengontrak Sotjipto Soentoro, Abdul Kadir, Jacob Sihasaleh, akhirnya juga merekrut pemain-pemain berbakat seperti Chaerul Chan, Herry Kiswanto, Zulham Effendi.

Rata-rata pemilik klub GALATAMA memiliki semangat dan misi yang sama dalam membangun kompetisi, yaitu sama-sama memiliki usaha yang lumayan besar di Indonesia. TD Pardede punya hotel dan sekolah. Benny Mulyono punya pabrik cat Warna Agung, Benny Ardi pemilik PT Tempo Tbk (kini generasi ketiga pemilik produk-produk Hemaviton dsb) saat itu satu-satunya pemilik dua klub sekaligus Tunas Inti dan Tempo Utama. FH Hutasoit, selain menjadi Sekda Pemkot DKI jaya jaman Ali Sadikin, adalah duet maut pendiri Sekolah Regunan sekaligus pemilik Jayakarta FC. Sigit Hardjojudanto, anak tertua Soeharto juga mendirikan Arseto Solo, sedangkan A. Wenas adalah pengusaha rumah judi terbesar di kawasan Indonesia Timur juga mendirikan Niac Mitra.

Yang antik saat itu, ada nama-nama pemilik klub Kaslan Rosidi, pemilik Cahaya Kita. Salah satu antiknya, selain sebagai pengusaha, juga sekaligus punya hobi sebagai penjudi. Makanya, Cahaya Kita sering jadi lumbung gol saat menghadapi klub-klub elit seperti Jayakarta, Warna Agung Indonesia Muda dan Pardedetex. Namun, kadang-kadang juga menjadi tim yang sulit ditaklukan. Semuanya hanya untuk bertarung dalam permainan judi.

TIDAK KONSISTEN
Awalnya GALATAMA mampu membangun kompetisi dengan sehat dan benar (ini contah negara Jepang yang berkiblat membangun kompetisinya yang awalnya membangun kompetisi dari antar perusahaan selama 8 tahun. Namun, kemudian lahirnya J-League (Liga Jepang yang akhirnya menjadi Negara paling professional se-Asia, pilihan AFC lima tahun terakhir.

Saat musim 1979-1980 diikuti 14 klub gunakan home and away, begitujuga musim 1980-1982 masih konsisten gunakan kompetisi murni home and away dan juga 1982-1983 masih stabil. Namun musim ketempat 1983-1984 yang diikuti 18 klub, GALATAMA menggunakan sistem wilayah, karena anggotanya bertambah.

Wilayah Barat, Yanita Utama, Indonesia Muda, UMS 80, Mercu Buana Medan, Semen Padang, Tempo Utama, Pardedetex, Sari Bumi Raya, Angkasa. Wilayah Timur : Tunas Inti, Perkesa Mataram, Makassar Utama, Caprina Bali, Warna Agung, Arseto Solo, Niac Mitra, Bina Kencana dan Cahaya Kita. Hanya juara dan runner up dilakukan partai 4 Besar, dan kemudian dijadikan juara 1 sampai 4.

Saat itu, sulit dilakakukan sistem promosi dan degradasi, karena semua klub gampang mengundurkan diri dan membubarkan diri, dan juga ujug-ujug ada klub yang lahir. Contohnya, musim kelima 1984, hanya diikuti 12 klub saja, dan sistemnya kembali ke sistem home and away. Yaitu tinggal Yanita Utama, UMS 80, Makassar Utama, Tunas Inti, Warna Agung, Semen Padang, Mercu Buana, Perkesa, Indonesia Muda, Niac Mitra, Arseto Solo dan Bali Yudha (ganti nama dari Caprina Bali). Selebihnya, semua klub membubarkan diri. Khususnya Pardedetex justru dibubarkan oleh pendirinya TD Pardede, karena klubnya sering dijadikan lahan atur mengatur skor dan jadi lahan para bandar judi.

Pada kompetisi musim keenam tahun 1985, bahkan hanya diikuti 8 klub saja, tinggal Krama Yudha Tiga Berlian, Arseto, Makassar Utama, Perkesa, Niac Mitra, Warna Agung dan Tunas Inti. Suasana musim kompetisi saat itu benar-benar sangat miris dan terkesan tinggal matinya saja. Beruntung musim ke-7, nambah satu klub yaitu Pelita Jaya lahir di musim 1986.

Pergantian ketua umum dari Ali Sadikin, kemudian masa transisi Syarnubi Said ke Kardono, sepertinya ada angin segar. Sehingga, sebelum GALATAMA terkubur akibat masalah atur mengatur skor dan suap menyuap pemain. Justru lahir banyak klub-klub GALATAMA, misalnya Arema Malang dengan pendirinya Acub Zainal, Palu Putra, Medan Jaya, Pusri Palembang, Lampung Putra, Bandung Raya, Petro Kimia Gresik, BPD Jateng, Pupuk Kaltim Bontang, Barito Putra. Dan, bahkan sudah mulai ada tim Divisi Utama dan Divisi Satu, setelah muncul Assyabaab, Bentoel Galatama, Gelora Dewata, Aceh Putra, Bogor Raya, Gajah Mungkur dan Putra Mahakam.

Puncaknya, akhir 80-an, PSSI mampu menggelar selain kompetisi GALATAMA, juga melahirkan turnamen nasional yaitu Piala LIGA, yang mampu menggelar lima kali, yaitu sejak Piala Liga 1985 sampai Piala Liga 1989. Dimana gelar juaranya, Arseto 1985, Makassar Utama 1986, Krama Yudha Tiga Berlian 1987, 1988 dan 1989. Namun, tahun berikutnya Piala Liga tidak diadakan. Walaupun, ada penggantinya yaitu Piala Utama yang diselenggarakan oleh PWI Pusat, yang mempertemukan empat tim GALATAMA dan Perserikatan.

Ada dua fenomena dalam lahirnya kompetisi semi professional selama GALATAMA. Pertama, diperbolehkan pemain asing bermain di awal Galatama (Jairo Matos, Fandi Achmad, Issac Moses), dan di jaman Kardono pemain asing dilarang. Kedua, striker wadah GALATAMA, Ricky Yacobi ditransfer dari Arseto Solo ke klub Matshusita Jepang (cikal bakal lahirnya J-League) sebesar Rp 150 juta. (Bersambung – Episode Keempat)

Erwiyantoro
Pencinta Sepak Bola Indonesia

4 komentar :

  1. Seingatku pertandingan pertama Galatama 1979 antara Arseto Jakarta (belum Solo) vs Pardedetex Medan 3-2 (Abdul kadir mencetak gol).

    BalasHapus
  2. iya arseto memang tahun 83 baru pindah ke solo...

    BalasHapus
  3. Yuk Mampir Di Bolacasino88.com
    Dapatkan Promo Spesial Yang Kami Berikan :

    - Bonus Deposit 5000
    - Bonus Refferal Seumur Hidup
    - Bonus Sportsbook 100%
    - Full Commision Sportbook 0,35%
    - Cashback Sportbook 5% - 15%
    - Bonus Deposit Games 10%
    - Cashback Games 5%
    - Bonus Komisi Casino 0,8%

    Untuk Informasi Lebih Lanjut Silahkan Hubungi CS Kami Di :

    - No Tlp ( +855962671826 )
    - BBM ( 2BF2F87E )
    - Yahoo ( cs_bolacasino88 )
    - WhatsApp ( +855962671826 )

    BalasHapus
  4. Arseto Solo terkenal dengan Ricky Yakobi

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.